Cerita Mantan Ibu-ibu Galau

Kamu ibu-ibu? Aktivitas sehari-hari hanya di rumah (dan sekitarnya)? Tidak punya penghasilan sendiri? Dan merasa galau dengan kondisi itu?

Hahaha... Saya pernaaah... Saya pernah galau karena itu. Beberapa bulan lalu, saya terserang galau akut karena merasa tidak menjadi manusia produktif. Entah dari mana datangnya, produktif yang selama ini saya artikan "bermanfaat untuk orang lain", tiba-tiba maknanya berubah jadi "punya penghasilan sendiri". Galau ketika melihat orang lain bisa ini, bisa itu. Ada yang sudah begini, ada yang sudah begitu, dan sebagainya... Salahkanlah teknologi yang begitu mudahnya bikin orang baper waktu liat rumput tetangga wkwkwk.
Saya merasa tidak punya prestasi apa-apa. Tidak punya capaian apa-apa. Saya cuma emak-emak biasa aja yang nggak ada istimewa-istimewanya. Ya kalo itu emang bener sih hahaha.

Tapi intinya dulu saya risau bangeeet. Sampai entah ada angin apa tiba-tiba  grup whatsapp alumni aktivis da'wah ITB membicarakan tentang tausiyah dan tulisan ust budi ashari yang judulnya "Ibu, Pulanglah". Saya yang langsung mak jleb. Istighfar. Rasanya Allah langsung menjawab kegalauan saya selama ini. Baca deh. Dengerin deh. Nyatanya, saya berada pada kondisi yang sangat ideal yang dibutuhkan oleh seorang ibu.
Dan saya makin ngerasa mak jleb setelah baca tulisan mbak cizkah, tentang perjuangannya supaya bisa mendidik anaknya sendiri di rumah. Saya mbrebes mili baca tulisannya. Istighfar...
Beliau mendapat tekanan yang sedemikiannya dari keluarganya. Dari orang-orang terdekatnya, supaya beliau kerja. Supaya beliau menghasilkan materi yang wah. Ya Allah... sediiiih waktu baca cerita itu.

Saya merasa, selama saya dilanda kegalauan itu, saya seperti tidak bersyukur sekali.
Saya lupa, bahwa banyak sekali ibu yang tidak bisa mendampingi penuh anak-anaknya, karena harus bekerja. Karena suaminya sudah Allah panggil.
Saya lupa, bahwa banyak ibu yang harus menjadi tulang punggung keluarganya karena suaminya sakit. Atau yang lebih menyedihkan, karena suaminya tidak bertanggung jawab.
Saya lupa, bahwa banyak ibu yang harus bekerja di luar karena harus membantu suaminya menopang keuangan keluarga. Memastikan dapur tetap bisa mengepul.
Saya lupa, bahwa banyak ibu yang sangat ingin mendidik anaknya sendiri, tapi tidak disetujui orangtuanya.
Saya lupa, bahwa banyak ibu yang profesinya sangat dibutuhkan masyarakat dan harus mengorbankan waktu untuk anak-anaknya..
Saya lupa.....
Dan tidak ada satu pun kondisi di atas yang saya alami. Tidak satupun.
Waqaliilun min 'ibaadiyasysyakuur...

Dan pada akhirnya,, setelah perjalanan panjang *heleh oposih*, berakhir sudah kegalauan saya. Kembali lagi lah, ke orientasi awal.
Hidup untuk apa? Untuk beribadah.
Apa yang mau dicapai? Menjadi sedekat mungkin dengan Allah di surga tertinggi.
Gimana caranya? Masing-masing mukmin punya amalan unggulan. Yang penting niat yang bener, belajar yang bener, ikhtiar yang bener, doa yang bener...

Nah kalau ada yang masih galau, ini list bacaan yang bisa kembali memotivasi dan membesarkan hati. Membesarkan hati.. Bukan meninggikan hati dan membesarkan kepala :)
Belajar dari Wanita Quraisy
Because It's My Happiness
Masih Jahiliyyah-kah Kita di Urusan yang Satu Itu?

Barakallahu fiik

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Persalinan Anak Kedua Extended : Bongkar Jahitan

Kehamilan Anak Kedua

Persalinan Anak ke-3