Apa Adanya Saja

Tulisan kang Adhitya Mulya beberapa waktu lalu yang judulnya Syarat Hidup teh passs banget. Pas banget saya lagi banyak berpikir tentang hal itu. Syarat hidup saya, suami, dan terutama anak-anak. Selama ini sih kami menyebutnya gaya hidup.

Dalam mendidik anak saya kadang  merasakan keraguan. Kami terlalu memfasilitasi anak-anak nggak ya? Anak-anak hidupnya terlalu instan nggak ya? Kami terlalu memenuhi keinginan anak-anak nggak ya? Hmm.. Bisa jadi iya.. Bisa jadi nggak.. Emang nggak ada ukurannya. Tapi ya tetep kadang ada rasa khawatir anak-anak nggak tumbuh jadi anak-anak yang tough. Khawatir anak-anak terbiasa hidup nyaman. Kenapa khawatir? Karena...........

Pan anak-anak laki-laki kita bukan 'Umar bin 'Abdul 'Aziz yak. Yang dengan pilihannya sendiri bisa  hidup melarat tiba-tiba saat Allah memberi amanah sebagai khalifah kaum muslimin. Pun, anak-anak perempuan kami bukan Fatimah binti 'Abdul Malik, yang atas kemauan sendiri bisa langsung mengubah hidupnya dari kehidupan gemerlap kerajaan, jadi perempuan yang tampak miskin -miskin harta-, meninggalkan semua kemewahan demi Allah dan ketaatan pada suaminya.

Nah maka dari itu, insyaallah nggak ada salahnya ya, mendidik anak-anak supaya siap dengan kondisi apapun yang akan menjadi takdir mereka. Mendidik anak-anak supaya memiliki daya juang. Mendidik anak-anak supaya terbiasa dengan ketidaknyamanan.

Buat anak-anak perempuan ini krusial. Jangan sampai, ntar pas mereka mau nikah, harta jadi pertimbangan dalam memilih pasangan. Jangan sampai. Pun, setelah menikah, ini yang lebih penting. Hadits Rasulullah shalallahu 'alaihi wasallam tentang banyaknya wanita penghuni neraka karena kufur terhadap suaminya seharusnya cukup ya, untuk menjadi tadzkirah (1). Jangan sampai, syarat hidup yang tinggi dari anak-anak perempuan membuat mereka menuntut lebih dari yang dimampui suami. Terlebih lagi menjatuhkan harga diri suami. Jangan sampai.. Apalagiii, sampai bikin suami menempuh cara yang nggak halal. Cuma demi gaya hidup yang ketinggian doang. Na'udzubillah min dzaalik. Jadi, menumbuhkan sifat qonaah perlu banget ni buat anak-anak cewe.

Buat anak-anak laki... Jangan sampe ye, cuma karena syarat hidup yang ketinggian trus berujung utang. Karena penghasilan ga nyampe, beli AC utang, cuma karena ga bisa kepanasan. Selama masih hidup di Indonesia harusnya sih lo masih bisa mentolerir suhu lingkungan yah.. Karena penghasilan ga nyampe, beli gadget utang. Gadget doang. Atau mobil, ngutang. Rumah, ngutang. Kalo rumah termasuk kebutuhan pokok sih. Pertimbangannya mungkin lain ya.. Men, buat kepala keluarga,  mempertanggungjawabkan keimanan keluarga di hadapan Allah aja udah berat loh... Nggak usah lah, nambah beban dengan utang-utang, cuma karena nggak biasa hidup biasa-biasa aja. Bahkan yang syahid pada jihad qital aja tergantung karena utang (2). Na apalagi kita-kita... Kalau emang nggak mepeeet banget, sebaiknya sih nggak usah. *yang saya maksud di sini hutang-hutang yang nggak terlalu mendesak. Pada dasarnya, sebaca saya, hukum hutang tetep mubah*

Sebenernya kalo anak perempuan kita shalihah, bagaimanapun keterbatasan ekonomi keluarga kecil mereka, insyaallah bakal mereka terima. Tapi ketika mereka nggak terbiasa, mereka akan butuh energi yang lebih besar untuk menyesuaikan. Sayang energinya. Lebih baik dipake buat mengoptimalkan pendidikan anak dan masyarakat. Pun, anak laki juga kalo gaya hidupnya di atas standar, sayang energi dan penghasilan yang harus dialokasikan cuma buat nurutin gaya hidup. Mending dipake buat kemaslahatan umat dan pendidikan anak-anak. Ngoten.

Balik lagi, sekarang mah tugas orang tua buat mempersiapkan masa depan anak-anak. Bukan berarti hidupnya dimelarat-melaratin. Cuma ya, apa adanya aja lah. Lagi-lagi, ukurannya relatif tiap orang atau keluarga. Terakhir, kalo pengen anak begini begitu mah tetep kudu orangtuanya dulu yah yang nyontohin begini begitu. Children see, children do.

Allahua'lam.

(1)“Pernah diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata kebanyakan dari penghuninya adalah wanita yang suka berbuat kufur. Ditanyakan kepada beliau,”Apakah mereka berbuat kufur terhadap Allah? Beliau menjawab,”Mereka berbuat kufur terhadap keluarga  dan kufur terhadap kebaikan.Apabila engkau senantiasa berbuat baik kepada salah seorang diantara mereka lalu mendapatkan perlakuan buruk darimu, niscaya akan mengatakan,”Aku tidak pernah melihat kebaikan sedikitpun darimu”(Hadits Muttafaq Alaih)
(2) Dari Abu Qatadah radhiallahuanhu bahwasanya Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam pernah berdiri di tengah-tengah para shahabat, lalu beliau mengingatkan mereka bahwa jihad di jalan Allah dan iman kepada-Nya adalah amalan yang paling afdhal. Kemudian berdirilah seorang shababat, lalu bertanya. “Ya Rasulullah, bagaimana pendapatmu jika aku gugur di jalan Allah, apakah dosa-dosaku akan terhapus dariku?” Maka jawab Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam kepadanya, “Ya, jika engkau gugur di jalan Allah dalam keadaan sabar dalam mengharapkan pahala, maju pantang melarikan diri.” Kemudian Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wassalam bersabda, “Kecuali hutang, karena sesungguhnya Jibril menyampaikan hal itu kepadaku.” (HR. Muslim)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kehamilan Anak Kedua

Persalinan Anak Kedua Extended : Bongkar Jahitan

Persalinan Anak ke-3